Rabu, 18 Mei 2016

Pura Luhur Ulu Watu “ Pura di atas tebing samudra Hindia” ~ BALI Part 4



Ulu Watu


Pura luhur ulu watu menjadi destinasi wisata pertama kami di bali. Sesuai namanya “ulu” berarti puncak dan “watu” berarti batu. Jadi pura luhur ulu watu ini merupakan pura atau tempat peribadatan umat hindu yang dibangun diatas tebing batu yang menjorok ke laut dengan ketinggian +/- 97 meter di atas permukaan laut (dpl). Daya tarik utama dari tempat wisata ini memang ke eksotisan pemandangan tebing curam yang berada di atas laut biru dengan ombak yang besar. Tahun ini puraluhur uluwatu menempati peringkat 4 sebagai destinasi wisata terfavorit di Indonesia.

Untuk menuju ulu watu dari kuta, kami sepenuhnya mengandalkan GPS pada smartphone yang kami bawa. Tidak lupa untuk membawa battery bank agar battery tetap bertahan untuk kebutuhan tracking jalur dan foto-foto nanti. Sebenarnya waktu yang paling tepat untuk ke sana adalah sore hari sehingga kita bisa melihat keindahan sunset dengan latar siluet pura luhur uluwatu yang konon tak ada tandingannya di pulau bali. Namun karena sore hari kami ingin melihat pertunjukan tari kecak gratis di GWK maka kami putuskan mengunjunginya siang hari.


Tiket masuk uluwatu 15ribu rupiah dan itu sudah termasuk mendapatkan kain dan selendang. Bagi wisatawan yang memakai celana atau rok di atas lutut wajib memakai kain sarung sedangkan yang sudah memakai celana atau rok panjang cukup memakai selendang sebagai sarat masuk.  Rute awal yang kami lalui adalah alas kekeran atau hutan suci namun wisatawan sering menyebutnya hutan kera. Di sana memang banyak berkeliaran monyet. Wisatawan diperbolehkan memotho dan memberi makan monyet di sana, namun diminta hati-hati karena kadang monyet disana suka usil merampas barang bawaan pengunjung. Tapi tidak usah khawatir karena ada banyak pawang yang berjaga di sana.
Monyet ulu watu sumber aliyamuafa

Setelah melewati hutan kera kita akan mendapati tebing panjang yang telah dibatasi dengan pagar beton untuk keselamatan pengunjung. Dari tebing tersebut kita bisa menikmati keindahan samudra hindia. Laut biru berbatas langit yang indah membentang di cakrawala. Wisatawan bisa menyusuri tebing ini di jalan beton setapak dengan kontur naik turun. Melihat kaki-kaki tebing yang dibelai ombak, melihat eksotisme pura yang berumur ratusan tahun dan asrinya taman serta bangunan etnik yang unik membuatku terpesona.
Tebing Ulu Watu
 
Menyusuri jalan setapak menuju Pura

Memasuki bagian jabaan pura (halaman luar pura), wisatawan akan disambut oleh sebuah gerbang Candi Bentar berbentuk sayap burung yang melengkung. Gerbang yang menjadi pintu masuk menuju jabaan tengah ini merupakan salah satu peninggalan arkeologis abad ke-16. Untuk mencapai bagian dalam pura, kita akan melewati Candi Kurung yang di depannya terdapat patung penjaga candi dengan bentuk arca Ganesha. Namun, wisatawan tidak diperbolehkan memasuki ruang utama pemujaan, untuk menghormati kesucian pura sebab hanya umat Hindu yang akan bersembahyang saja yang diperbolehkan memasukinya. Di dalam ruang utama pura, terdapat sebuah prasada, yaitu tempat moksanya Dang Hyang Nirartha. Sejarah singkat tentang pura ini juga bisa kita baca di prasasti yang ada di sana.

Prasasti Sejarah Ulu watu
Sungguh bali telah berhasil menghipnotisku sejak saat aku pertama berada di pulau indah itu. Bali bukan hanya menjual keeksotisan alamnya, tetapi juga kekentalan budaya, kesakralan tempat peribadatan, dan keramahan penduduknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar