Alhamdulillah,.. kalimat itulah yang berkali-kali terucap
dari mulutnya. Dalam dua bulan terahir (sept-okt 2011) begitu banyak nikmat
Tuhan yang menghampiri dirinya. Apa yang ia cita-citakan semuanya terwujud
dengan sempurna. Skripsi yang begitu banyak dosen meragukannya akan selesai
tepat waktu, mampu ia selesaikan dengan nilai sempurna. IPK yang dia inginkan
juga terwujud padahal dosen walinya sendiri meragukannya. Toeflenya juga lulus
walaupun dengan nilai pas-pasan. Dan yang terpenting dia bisa menyelesaikan
kuliahnya tepat waktu ketika beberapa teman-temannya yang lain harus molor
kelulusannya. Dan hanya selisih satu minggu dari wisudanya dia sudah
mendapatkan pekerjaan di ibukota.
Dia melongok ke luar jendela kamarnya, dilihatnya jajaran gedung-gedung
bertingkat yang membebani bumi Jakarta. Keadaan itu begitu kontras dengan
tempat yang ia tinggali saat ini. Di sebuah kawasan kumuh Jakarta barat, ia
tinggal di kamar triplek beratap esbes yang ada di atas rumah petak. Bangunan-bangunan
rumah bertingkat dua atau tiga yang semrawut, begitu compang-camping tidak
teratur. Dulunya tempat itu adalah sebuah pasar yang dipindah. Setelah itu
lahan tersebut berubah menjadi pemukiman penduduk dengan hak guna tapi tidak memiliki
hak milik.
Kamar triplek berukuran 3x3m itu sangat panas dan gerah,
terutama ketika siang hari. Ketika malam nyamuk-nyamuk sangat banyak, saat
kerja dia terpaksa harus memakai baju lengan panjang untuk menutupi kulit
tangannya yang bentol-bentol akibat digigit nyamuk.
Sebenarnya dengan gaji yang dimiliki saat ini dia cukup
mampu untuk tinggal di tempat kos yang lebih layak. Namun ia tetap memilih
tinggal di sana karena ada saudaranya yang tinggal di sana. Dia tidak mau
dianggap gak mau kumpul sama saudara. Makanya dia terus bertahan disana sambil
mencari alasan yang tepat untuk pindah di kemudian hari. Lagi pula dia memiliki
tanggungan hutang sepeda motor yang harus dicicilnya selama 5bulan.
Jam setengah 6 pagi dia harus mengantri menampung air untuk
mandi, air PDAM di sana keluarnya kecil. Sehingga untuk mandi harus menunggu
menampung di bak sambil mengantri mandi dengan penghuni kos yang lain. Jam 6.30
dia berangkat kerja dan pulang sampai kos jam 7 malam. Jarak kos dan kantornya
cukup jauh sehingga butuh 45-60 menit untuk sampai dari kos ke kantor atau
sebaliknya. Rutinitas itu selalu ia jalani setiap senin sampai jumat. Sementara
sabtu dia gunakan untuk mencuci baju dan minggu dia baru bisa jalan-jalan atau
ke bengkel memanjakan motor bebek kesayangannya.
Namun keadaan seperti itu ia terima dengan lapang dada,
bahkan ia sangat bersyukur, baru mulai kerja sudah bisa beli motor sendiri dan
tiap bulan menyisihkan gajinya untuk dikirim ke orang tua di kampung
halamannya. Ia yakin dengan bersyukur nikmat yang ia terima saat ini akan
dilipat gandakan oleh Tuhannya.
Satu tahun kemudian…
Kos-kosan yang asri.. kamar yang nyaman, jarak kos ke tempat
kerja yang lumayan dekat. Teman-taman kos yang sehoby dan sepaham. Dia tak
perlu lagi mencuci pakaian karena telah dicucikan pembantu. Hari-hari kerja
lebih ceria. Sementara ahir pekan dia gunakan untuk gowes atau jalan-jalan
memanjakan diri. Semua hutang yang dia punya telah lunas. Gajinya pun telah
naik. Saat ini dia semakin bersyukur pada Tuhannya. Dan semoga tahun-tahun
mendatang dia lebih bahagia. Rejekinya lebih barokah. Pahalanya lebih
melimpah. Amiiiiinnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar